Hari Lahan Basah Sedunia 2021

Hari Lahan Basah Sedunia 2021


Hari Lahan Basah Sedunia 2021, Hari Lahan Basah Sedunia di peringati pada tanggal 2 Februari.  Hari Lahan Basah Sedunia diperingati sebagai tindak lanjut kesepakatan dalam Konvensi Ramsar. Konvensi Ramsar adalah suatu Konvensi Internasional tentang lahan basah tanggal 2 Februari 1971. "Wetlands for a Sustainable Urban Future" adalah tema peringatan tahun 2018.

Hari Lahan Basah Sedunia 2021

Lahan basah menurut Konvensi Ramsar merupakan definisi yang luas, yaitu  daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan, alami atau buatan, tetap atau sementara, dengan air yang tergenang atau mengalir, tawar, payau atau asin, termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut.

Konvensi Ramsar pada awalnya fokus pada masalah burung air termasuk burung air migran, lalu berkembang kepada konservasi ekosistem lahan basah termasuk keanekaragaman hayati di dalamnya. Bahkan saat ini lebih bermulti fokus menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia.  Melihat kenyataan tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa lahan basah adalah penyangga kehidupan.

Indonesia masuk menjadi anggota Konvensi Ramsar pada tahun 1991 dengan diterbitkannya Keppres 48 th 1991 yang merupakan Ratifikasi Konvensi Ramsar di Indonesia.  Pada tahun 1996, sebagai salah satu hasil pertemuan para anggota Konvensi Ramsar, ditetapkan bahwa tanggal 2 Februari adalah Hari Lahan Basah Sedunia. Pada tahun 1997, Hari Lahan Basah Sedunia untuk pertama kalinya diperingati di seluruh dunia oleh negara-negara anggota Konvensi Ramsar.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar yang terletak diantara dua lempeng benua  yang menjadikan negara kepulauan ini memiliki risiko bencana gempa, letusan gunung berapi, tsunami, banjir dan tanah longsor 10 kali lebih besar dibandingkan dengan negara lainya.

Kondisi ini diperparah dengan predikat Indonesia sebagai negara tropis yang memiliki tingkat kerentanan terhadap dampak perubahan iklim yang cukup tinggi. 

Kegiatan manusia yang tidak melindungi, tidak menjaga, bahkan merusak demi beberapa alasan (terutama berlatar belakang ekonomi) adalah faktor utama penyebab terjadinya berbagai kerusakan dan bencana di muka bumi. 

Beberapa dekade terakhir bahkan bencana meningkat secara drastis, seiring dengan semakin parahnya perubahan iklim yang berkontribusi terhadap cuaca yang lebih ekstrim dan semakin tidak terduga.

Degradasi dan kerusakan ekosistem turut meningkatkan kerawanan ekosistem terhadap bencana. Ditambah dengan tingginya tingkat kemiskinan masyarakat di sekitar ekosistem, maka risiko bencana semakin meningkat. 

Lahan basah yang kondisinya masih baik  haruslah dijaga dan dipertahankan, sementara lahan basah yang telah terdegradasi dan rusak harus segera dipulihkan dan dikembalikan fungsi serta manfaatnya, agar ekosistem kembali menjadi kuat. Ekosistem lahan basah yang kuat akan mengurangi risiko bencana bagi ekosistem itu sendiri dan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Frekuensi bencana di hampir seluruh belahan dunia terus meningkat, bahkan dalam 35 tahun terakhir frekuensinya meningkat lebih dari dua kali lipat (Sumber: Ramsar).

Penyebab utamanya adalah rusaknya lingkungan akibat ulah dan kelalaian manusia, diperparah lagi dengan fenomena perubahan iklim yang terjadi.  Kondisi demikian menyebabkan menurunnya daya dukung lingkungan, sehingga lingkungan dan bahkan kehidupan masyarakat di dalamnya menjadi semakin terancam dan rentan. 

Badan dunia yang membidangi masalah Air memperkirakan bahwa 90% dari semua bencana alam terkait dengan air. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memprediksikan bahwa peristiwa ekstrim ke depan akan jauh lebih parah lagi.

Kerusakan lingkungan serta bencana yang terus menerpa, menjadikan ekosistem lingkungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat (terutama masyarakat miskin) semakin rentan. Ramsar menyatakan bahwa 90% kematian akibat bencana terdapat di negara-negara miskin dan berpendapatan yang rendah.

Bencana yang terjadi di Indonesia sembilan puluh lima persen diantaranya merupakan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, puting beliung, cuaca ekstrim, dan kekeringan.  Semuanya akibat tingginya kerusakan lingkungan, meningkatnya dampak perubahan iklim dan tidak terintegrasinya program pengurangan risiko bencana kedalam ranah kerja sektoral dan sebaliknya.

Sebagai upaya untuk mengurangi risiko bencana ditengah meningkatnya perubahan iklim dan semakin terdegradasinya lingkungan, Wetlands Internasional Indonesia (WII) saat ini tengah menerapkan sebuah pendekatan inovatif untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketahanan masyarakat rentan bencana yang dikenal dengan pendekatan Integrated Risk Management (IRM) atau Pengelolaan Risiko Terpadu.

IRM merupakan pendekatan yang memadukan Pengurangan Risiko Bencana (PRB), Adaptasi Perubahan Iklim (API, serta Manajemen dan Restorasi Ekosistem (MRE) secara bersamaan.  Delapan prinsip utama IRM adalah :

  • Partisipatif
  • Multidisiplin
  • Kemitraan
  • Pendekatan landscape
  • Penguatan sumber-sumber penghidupan
  • Pembelajaran yang berkelanjutan
  • Bekerja pada skala waktu yang beragam
  • Penguatan kelembagaan.

Dalam penerapannya, WII bekerjasama dengan masyarakat, sektor swasta dan pemerintah, dalam mengintegrasikan Integrated Risk Management (IRM)/ pengelolaan risiko terpadu kedalam kebijakan, praktek investasi dan praktek pembangunan di Indonesia.

Peran ekosistem lahan basah sangat dibutuhkan bagi setiap negara, oleh karena itu kembalikan peran dan fungsi Lahan Basah, agar risiko bencana semakin berkurang. Demikian artikel tentang  Hari Lahan Basah Sedunia 2021, semoga bermanfaat.

Source : kementerianlhk

Penulis feby kurniawati rejeki


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kusta Sedunia 2021

Hari Penting Di Indonesia Bulan Oktober